BAB 1
PENDAHULUAN
Degradasi sering diartikan
sebagai penurun suatu kualitas.Moral remaja dari tahun ketahun terus mengalami
penurunan kualitas atau degradasi. Dalam segala aspek moral, mulai dari tutur
kata, cara berpakaian dll. Degradasi moral ini seakan luput dari pengamatan dan
dibiarkan terus berkembang.
Faktor utama yang
mengakibatkan degradasi moral remaja ialah perkembangan globalisasi yang tidak
seimbang. Virus globalisasi terus menggerogoti bangsa ini. Sayangnya kita
seakan tidak sadar, namun malah mengikutinya. Kita terus menuntut kemajuan di
era global ini tanpa memandang aspek kesantunan budaya negeri ini. Ketidak
seimbangan itulah yang pada akhirnya membuat moral semakin jatuh dan rusak.
Bangsa Indonesia mengalami
degradasi moral dan akhlak. Ironisnya, kondisi ini juga mewabah di kalangan
intelektual,elit politik,para pemegang kekuasaan dan anak remaja.Saat ini
bangsa sedang mengalami degradasi moral dan akhlak,Sehingga perlu upaya
membenahi keadaan ini sebelum semakin parah.
Munculnya degradasi moral
karena pendidikan agama, budi pekerti, etika terabaikan selama ini.Padahal
sebenarnya, itu mutlak diperlukan dalam pembentukan dan pembinaan karakter dan
moral bangsa.
Untuk memenuhi beberapa syarat-syarat dalam proses belajar mengajar di perguruan tinggi Sebagai langkah lanjutan dalam mempelajari bidang study Ilmu Pengetahuan dan Teori Sosial Budaya,serta menggali pengetahuan dan wawasan agar pengetahuan menjadi luas.
Untuk memenuhi beberapa syarat-syarat dalam proses belajar mengajar di perguruan tinggi Sebagai langkah lanjutan dalam mempelajari bidang study Ilmu Pengetahuan dan Teori Sosial Budaya,serta menggali pengetahuan dan wawasan agar pengetahuan menjadi luas.
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
Adalah sebagai penurun suatu
kualitas moral. Bangsa Indonesia mengalami degradasi moral dan akhlak.
Ironisnya, kondisi ini juga mewabah di kalangan intelektual dan elit politik
serta para pemegang kekuasaan. kaum terpelajar dan para elit ini harus segera
diatasi.Globalisasi dan kemajuan teknologi komunikasi,maupun lemahnya ketahanan
budaya dan merosotnya kepribadian nasional di kalangan pemuda di Indonesia
menjadi faktor pemicu degradasi moral. Sehingga memunculkan kebodohan yang
akhirnya melahirkan kemiskinan dan pengangguran.
Munculnya degradasi moral
itu, karena pendidikan agama, budi pekerti, etika terabaikan selama
ini,"katanya. Padahal sebenarnya, itu mutlak diperlukan dalam pembentukan
dan pembinaan karakter dan moral bangsa.Pendidikan lanjutnya, harus ditempatkan
sebagai proses pembentukan karakter dan peradaban serta meluhurkan kemanusiaan
dengan cara memberinya prinsip-prinsip moral dan ilmu pengetahuan.
Sehingga perlu upaya
membenahi keadaan ini sebelum semakin parah, Moral remaja dari tahun ketahun
terus mengalami penurunan kualitas atau degradasi. Dalam segala aspek moral,
mulai dari tutur kata, cara berpakaian dll. Degradasi moral ini seakan luput
dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.
Faktor utama yang
mengakibatkan degradasi moral remaja ialah perkembangan globalisasi yang tidak
seimbang. Virus globalisasi terus menggerogoti bangsa ini. Sayangnya kita
seakan tidak sadar, namun malah mengikutinya. Kita terus menuntut kemajuan di
era global ini tanpa memandang (lagi) aspek kesantunan budaya negeri ini.
Ketidak seimbangan itulah yang pada akhirnya membuat moral semakin jatuh dan
rusak.
Andai saja pemerintah tak
sibuk (terus) mengurus tetek bengek masalah korupsi yang terjadi akhir-akhir
ini. Mungkin mereka para petinggi Negara memiliki sedikit waktu untuk mengamati
anak bangsanya yang semakin hari semakin menjadi-jadi. Simbol kesantunan warga
Indonesia-pun mulai terkikis pada generasi muda, yaitu remaja.
Globalisasi yang terus
menuntut kita untuk bermetamorfosa kadang memang membawa banyak dampak baik.
Tapi jangan salah, dampak buruk pun mengikutinya di belakang. Coba sejenak kita
amati foto-foto remaja tempo dulu. Kita nilai mereka dari aspek berpakaian.
Sebagian besar mereka kelebihan bahan (tertutup). Memang ada satu dua yang
memilih pakaian terbuka di era lalu, namun perbandingannya lebih banyak yang
mengenakan pakaian tertutup. Kontras dengan kenyataan di abad 20 ini. Kalau
dulu yang berpakaian memancing kebanyakan para pelaku entertainer, kalau
sekarang tak peduli entertainer atau bukan sama saja.
Sebenarnya hati ini semakin
miris melihatnya. Sebagai seorang remaja, saya sendiri berpikir mau jadi apa
bangsa ini kedepannya. Degradasi moral sudah tak dihiraukan lagi. Masih mending
jika yang mengalami degradasi mereka yang sudah dewasa. Sebab setidaknya usia
produktif mereka akan segera habis. Namun bila remaja yang mengalami degradasi?
Bagaimana nanti saat dia dewasa? Takutnya nanti malah semakin menjadi. Terus
bagaimana jalan negeri ini bila dipimpin oleh mereka yang kurang bermoral ?
Perlu diingat, yang
menyerang moral remaja bukan hanya dalam cara berpakaian, namun masih banyak
lagi. Tapi, baru kita mengamati cara remaja kini berpenampilan saja sudah
membuat kepala jadi pusing. Belum jika kita melihat tingkah polahnya. Dunia
narkoba, seks bebas, dan lainnya belum kita singkap.Dunia narkoba dan seks
bebas akhir-akhir ini memang sangat ngetren di kalangan remaja. Ini tandanya
ada bukti lagi bahwa moral remaja masa kini memang sudah menurun. Kebudayaan
timurnya sudah termakan oleh westernisasi jaman. Sangat memprihatinkan.
Kita tengok ke kejadian
beberapa waktu lalu.saat masa kelulusan siswa SMA. Di TV maupun koran banyak
sekali berita yang menginformasikan perayaan kelulusan yang tidak sewajarnya di
lakukan di Indonesia. Mungkin kalau di Negara barat hal seperti itu wajar. Coba
tebak dengan cara apa mereka anak ABG yang baru saja dinyatakan lulus
memproklamirkan kelulusannya? Gembar-gembor sepeda motor? Sudah biasa, dari
jaman orang tua saya sudah begitu. Lantas apa?? Inilah uniknya, merayakan
kelulusan dengan melakukan sex party atau pesta sex, masih ditambah acara nyabu
bareng atau mabok bareng. Apa ini cerminan generasi baik untuk masa depan?
Globalisasi adalah suatu
proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah (
dimensi ruang dan waktu ) . Menurut Edison A Jamli dalam buku
Kewarganegaraannya, menyebut globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses
dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa
lain yang akhirnya sampai pada satu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman
bersama bagi bangsa-bangsa di dunia. Sebagai proses, globalisasi berlangsung
melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan
waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu semakin dipersingkat dalam interaksi
dan komunikasi pada skala dunia.
Globalisasi berlangsung di
semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, pertahanan keamanan dan lain-lain. Teknologi informasi dan komunikasi
adalah faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan
teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan
kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi
tidak dapat kita hindari kehadirannya.
Kehadiran globalisasi
tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia.
Pengaruh ini meliputi dua dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif.
Globalisasi memang tidak hanya menawarkan kemajuan pembangunan dan
menggeliatnya roda perekonomian karena sekat-sekat pasar yang ada dihapuskan
hingga terbukalah peluang pasar tanpa batas.
Ketangguhan bangsa kita
diuji di era ini, tidak hanya melalui persaingan usaha yang bebas dan tak
terbatas, namun bangsa kita juga diuji menghadapi teknologi maju ditengah
keterbatasan berpikir dan kultur budaya dan agama yang sedikit demi sedikit
mulai memudar. Salah satu dampak negatif juga terjadi di masyarakat, khususnya
generasi muda.
Ancaman rusaknya satu
generasi akibat globalisasi bisa saja terjadi ketika banyak anak muda
kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia, hal ini ditunjukkan dari
gejala yang muncul dari kehidupan sehari-hari anak muda. Mulai dari model
pakaian yang dari waktu ke waktu semakin minim serta perubahan gaya hidup yang
berkiblat ke dunia barat dan menyisihkan budaya luhur bangsa.
Kemajuan teknologi selain
memberikan manfaat ternyata juga dampak negatif, seperti internet dan
handphone. Kedua barang hasil kemajuan teknologi ketika tidak dibarengi dengan
kematangan wawasan berpikir penggunanya akan menjadikan bumerang bagi
penggunanya, lantaran mereka tidak menggunakan untuk kegiatan yang bermanfaat
namun cenderung digunakan untuk kegiatan yang merusak mental, seperti menonton
film biru/BF. Keberadaan internet dan HP ( Handphone) ini secara tidak langsung
melemahkan rasa sosial penggunanya kepada masyarakat sekitar, namun juga
membuat lemah kontrol sosial (Social Control ) di sekelilingnya, lantaran
penggunaan yang tanpa batas.
Kelompok anak dan remaja
menjadi obyek sasaran yang paling rentan menjadi korban era globalisasi.
Berkurangnya perhatian, pengawasan orang tua kepada anak semakin memperparah
keadaan. Karena alasan ekonomi, orang tua secara tidak sengaja atau pun sengaja
memposisikan anaknya menjadi korban globalisasi.
Berbagai kasus asusila dan
kriminalitas terjadi karena anak dan remaja terhimpit teknologi yang tanpa
batas dan ekonomi keluarga yang kurang.Satu demi satu peristiwa kriminalitas
yang berbau asusila hingga perdagangan manusia terjadi lantaran ketidakmampuan
kita membendung masuknya budaya luar yang sangat kontradiktif dengan kearifan
budaya lokal.
Degradasi moral remaja
merupakan salah satu masalah sosial yang sering terjadi di masyarakat. Terlalu
sibuknya pemerintah dengan berbagai masalah politik dan ekonomi yang terjadi
dalam negeri ini membuat pemerintah mengesampingkan masalah degradasi moral
remaja yang hanya menjadi bagian kecil dari masalah sosial. Akibat kelalaian
dan kurangnya perhatian pemerintah terhadap masalah degradasi moral remaja,
sekarang moral remaja mengalami tingkat degradasi yang tinggi.
Peningkatan tingkat degradasi moral remaja
disebabkan berbagai faktor, seperti pergaulan bebas, proses sosialisasi yang
kurang sempurna, pengaruh budaya barat, kurangnya pengawasan dan perhatian
orang tua, dan tingkat pendidikan yang rendah.
Degradasi moral remaja merupakan suatu keprihatinan yang sangat mendalam bagi suatu bangsa. Dimana tulang punggung bangsa rapuh karena termakan hancurnya moral. Sedangkan, moral adalah cerminan hidup bagi penegak bangsa.
Degradasi moral remaja merupakan suatu keprihatinan yang sangat mendalam bagi suatu bangsa. Dimana tulang punggung bangsa rapuh karena termakan hancurnya moral. Sedangkan, moral adalah cerminan hidup bagi penegak bangsa.
Pemuda adalah harapan
bangsa, di pundak merekalah masa depan bangsa dipertaruhkan. Jika pemudanya
hancur, maka hancurlah bangsa tersebut. Sering kita terlena akan timbulnya
hal-hal kecil yang dapat menyebabkan bangsa ini hancur. Keluar masuknya budaya
asing pada suatu bangsa menjadikan budaya sebelumnya tergantikan, dan
terabaikan, sehingga budaya baru itu membuat anak bangsa tidak mau lagi
mengenal akan budaya lama dan menjadikan budaya baru sebagai pedoman hidupnya.
Di zaman yang serba modern ini, anak-anak semakin lupa terhadap apa yang harus dilakukan sebagai penerus bangsa, kewajiban seorang murid untuk belajar, patuh kepada guru terlebih lagi kepada kedua orang tua kurang diperhatikan.
Di zaman yang serba modern ini, anak-anak semakin lupa terhadap apa yang harus dilakukan sebagai penerus bangsa, kewajiban seorang murid untuk belajar, patuh kepada guru terlebih lagi kepada kedua orang tua kurang diperhatikan.
Para pemuda di zaman sekarang lebih
mendahulukan berhura-hura daripada menjalankan kewajiban. Mereka tidak lagi
mempertimbangkan apa yang akan terjadi setelah apa yang mereka lakukan.
Padahal, selain merugikan diri mereka sendiri juga dapat merugikan bangsa
tempat dimana mereka tinggali. Hal inilah yang paling ditakuti, dimana moral
bangsa terabaikan. Banyak orangtua kurang memperhatikan kehidupan buah hatinya.
Mereka cenderung memenuhi kebutuhan fisik saja, sedangkan rohani mereka
terabaikan.
Para orangtua sering sibuk
dengan profesi mereka masing-masing. Sementara sang anak dipercayakan kepada
orang yang kurang berwenang terhadap dirinya. Dan, itulah yang menyebabkan sang
anak hidup dengan jalan mereka sendiri dengan tanpa arah. Mereka tidak
menyadari yang mereka lakukan adalah awal dari mulai hancurnya bangsa ini. Yang
mereka tahu hanyalah mencari kesenangan untuk menghibur hatinya dengan tidak
mempedullikan halal haramnya.
Sedangkan orangtua mereka
tidak mengetahui sama sekali. Jika kebanyakan orangtua demikian, maka nasib
bangsa menjadi taruhannya. Jika moral bnagsa telah tercemar maka tiadalah damai
untuk ditempati sebagai sarana kelangsumgan hidup warganya. Dengan demikian,
peranserta orang tua sangatlah penting dalam pengawasan pertumbuhan moral
bangsa melalui generasinya. Lingkungan tempat hidup regenerasi juga sangat
mempengaruhi berlangsungnya proses sosialisasi dan interaksi sesama hidup yang
ke depannya menentukan.
Kondisi suatu bangsa
dicerminkan oleh keadaan moral para pemudanya. Moral para pemuda yang hancur
tidak mungkin dapat membangun bangsanya. Untuk itu,moral para pemuda sekarang
sangatlah perlu untuk dibenahi dan diperbaiki.Terlalu sibuknya pemerintah
dengan berbagai masalah Ekonomi,Politik dan Sosial,seperti kenaikan bbm,sembako,maraknya kasus
korupsi,kecelakaan lalu lintas,dan bencana alam,membuat pemerintah
mengesampingkan masalah mengenai degradasi moral remaja,sehingga moral para
remaja mengalami tingkat degradasi yang tinggi.
Era globalisasi telah
membuat kehidupan mengalami perubahan yang signifikan, bahkan terjadi degradasi
moral dan sosial budaya yang cenderung kepada pola-pola perilakumenyimpang.Hal
ini sebagai dampak pengadopsian budaya luar secara berlebihan dan tak
terkendali oleh sebagian remaja kita. Persepsi budaya luar ditelan
mentah-mentah tanpa mengenal lebih jauh nilai-nilai budaya luar secara arif dan
bertanggung jawab.
Tak dimungkiri pula,
kehadiran teknologi yang serba digital dewasa ini banyak menjebak remaja kita
untuk mengikuti perubahan ini. Hal ini perlu didukung dan disikapi positif
mengingat kemampuan memahami pengetahuan dan teknologi adalah kebutuhan masa
kini yang tidak bisa terelakkan. Namun, filterisasi atas merebaknya informasi
dan teknologi super canggih melalui berbagai media komunikasi seringkali
terlepas dari kontrol kita. Pola perilaku budaya luar (baca: pengaruh era
global), sering kali dianggap sebagai simbol kemajuan dan mendapat dukungan
berarti di kalangan remaja.
Kemajuan informasi dan teknologi telah membawa
ke arah perubahan konsep hidup dan perilaku sosial. Pengenalan dan penerimaan
informasi dan teknologi tumbuh pesat bahkan menjadi kebutuhan hidup.Kita mesti
prihatin, sekaligus menaruh perhatian lebih bila mengamati dan menjumpai
sebagian dari remaja kita makin gandrung menikmati dan menghabiskan masa
remajanya dengan kegiatan yang kurang berfaedah bahkan sama sekali tak berguna
demi masa depannya.
Sungguh ironis,
kala daya tarik pendidikan dan pengetahuan yang mestinya wajib didapatkan oleh
para remaja, malah justru menjadi momok yang menakutkan dan memicu
kebencian.
Menurut James W.van der
Zanden,penyimpangan sosial merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang
dianggap sebagai suatu hal yang tercela dan di luar batas
toleransi.penyimpangan sosial umumnya disebabkan oleh proses sosialisasi yang
kurang sempurna. Retaknya sebuah rumah tangga menjadikan seorang anak tidak
mengenal disiplin dan sopan santun.Hal ini di sebabkan karena orang tua sebagai
agen sosialisasi tidak melakukan peran yang semestinya.
Kota merupakan tempat pusat segala aktifitas,keluar
masuknya budaya asing menjadikan munculnya budaya-budaya baru dan menghapus
budaya- budaya lama merasuknya budaya-budaya asing dalam kehidupan suatu bangsa
membawa banyak sekali perubahan walaupun dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi budaya asing membawa dampak positif namun dalam bidang pergaulan
budaya asing membawa dampak yang negatif masuknya budaya clubing,minum-minuman
keras,juga juga narkotika sekarang menjadi budaya baru di kota-kota besar,tidak
hanya remaja yang hidup dikota-kota besar yang mengalami tingkat degradasi
moral yang tingi bahkan remaja yang tinggal di pedesaan yang mengenal adat
istiadat yang kuat pun ikut terpengaruh budaya asing dan mengalami tingkat
degradasi moral yang tinggi.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya
mendorong para laki-laki untuk terjun kedalamnya bahkan para perempuan pun
merasa memili hak yang sama untuk ikut terjun kedalamnya sehingga dalam sebuah
rumah tangga seorang anak kurang mendapat pengawasan dan perhatian dari orang
tua mereka ,akibatnya banyakdari mereka mncari kebahagiaan yang salah,seperti
clumbing,minum-minuman keras dan menghilangkan stres gengan obat-obatan.
Crow and crow menegaskan;
learning is a modification of accompanying growth processes that are brougt
about trought adjusment to sensions initieted though sensory stimulation(Laster
D. crow.Alice D .crow 1956:215) artinya:“belajar adalah perubah tingkah laku
yang menyertai proses pertumbuhan yang semua itu di sebabkan melalui
penyesuaian terhadap keadaan yang diawali lewat rangsangan panca indra”.
Kurangnya pendidikan dan kemampuan diri dalam
pergaulan dapat membuat seseorang keliru dalam mengambil jalan
hidupnya,sehingga mereka mudah terpengaruh degan hal-hal baru seiring proses
sosialisasi yang mereka alami.Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting
dalam proses sosialisasi,karena pendidikan menjadi landasan perilaku
seseorang.Kurangnya pendidikan mengakibatkan proses sosialisasi kurang
seimbang.
Ada berbagai masalah sosial
yang terjadi dalam masyarakat,tingginya tingkat kemiskinan mengakibatkan
berbagai masalah sosial,seperti meningkatnya jumlah kriminalitas,kurangnya
pendidikan,dan banyaknya jumlah penduduk yang kelaparan serta kurang gizi.
Hal tersebut menarik sebagian besar perhatian
pemerintah sehingga masalah mengenai degradasi moral remaja di
kesampingkan.Kurangnya perhatian lembaga sosial terhadap moral remaja
mengakibatkan tingkat degradasi moral yang tinggi.Penerapan –penerapan norma
dan sanksi yang kurang mengikat dari lembaga sosial mengakibatkan para pemuda
mengabaikan aturan-aturan tersebut.
Kemajuan IPTEK melahirkan
berbagai macam media yang mutakhir seperti televisi,handpone, internet dan
lain-lain.Banyaknya informasi yang bisa di peroleh dari media tersebut
menyebabkan banyak para remaja menyalahgunakan media tersebut .Banyaknya
tayangan-tayangan yang tidak seharusnya di tampilkan oleh media masa seperti
adegan-adegan kekerasan dan romantis yang sering di tayangkan oleh media masa
membuat para remaja meniru adegan-adegan tersebut.
Tayangan media masa yang sering mereka lihat dijadikan
kebudayaan baru yang dianggap sesuai dengan kemajuan zaman.Rasa tidak ingin
ketinggalan zaman dari orang lain membuat para remaja melakukan kebiasaan baru
yang sudah menjadi kebudayaan atau sering mereka jumpai seperti tayangan
televisi dan lingkungan sosialisasi.
Yang pertama adalah Aspek
pendidikan formal/lingkungan sekolah. Pendidikan yang lebih menekankan kepada
bimbingan dan pembinaan perilaku konstruktif, mandiri dan kreatif menjadi
faktor penting, karena melatih integritas mental dan moral remaja menuju
terbentuknya pribadi yang memiliki daya ketahanan pribadi dan sosial dalam
menghadapi benturan- benturan nilai-niai (clash of value) yang berlaku dalam
lingkungan remaja itu sendiri berikut lingkungan sosialnya.
Kedua, aspek lingkungan
keluarga, jelas memberi andil yang signifikan terhadap berkembangnya pola
perilaku menyimpang para remaja, karena proses penanaman nilai-nilai bermula
dari dinamika kehidupan dalam keluarga itu sendiri dan akan terus berlangsung
sampai remaja dapat menemukan identitas diri dan aktualisasi pribadinya secara
utuh. Remaja akan menentukan perilaku sosialnya seiring dengan maraknya
perilaku remaja seusianya yang notabene mendapat penerimaan secara utuh oleh
kalangannya. Oleh karenanya, peranan orang tua termasuk sanak keluarga lebih
dominan di dalam mendidik, membimbing, dan mengawasi serta memberikan perhatian
lebih sedini mungkin terhadap perkembangan perilaku remajanya.
Ketiga, aspek lingkungan
pergaulan seringkali menuntut dan memaksa remaja harus dapat menerima pola
perilaku yang dikembangkan remaja. Hal ini sebagai kompensasi pengakuan
keberadaan remaja dalam kelompok. Maka, perlu diciptakan lingkungan pergaulan
yang kondusif, agar situasi dan kondisi pergaulan dan hubungan sosial yang
saling memberi pengaruh dan nilai-nilai positif bagi aktifitas remaja dapat
terwujud.
Keempat, aspek penegakan
hukum/sanksi. Ketegasan penerapan sanksi mungkin dapat menjadi shock teraphy
(terapi kejut) bagi remaja yang melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang.
Dan ini dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, kepolisian dan lembaga
lainnya.
Terakhir, aspek sosial kemasyarakat. Terciptanya
relasi-relasi sosial yang baik dan serasi di antara warga masyarakat sekitar,
akan memberi implikasi terhadap tumbuh dan berkembangnya kontak-kontak sosial
yang dinamis, sehingga muncul sikap saling memahami, memperhatikan sekaligus
mengawasi tindak perilaku warga terutama remaja di lingkungannya. Hal ini tentu
sangat mendukung terjalinnya hubungan dan aktifitas remaja yang terkontrol.
Tahap – tahap perkembangan moral manusia ditinjau melalui pendekatan
kognitif Piaget dalam Haricahyono (1995) adalah terkait dengan aspek mental dan
kognitif. Tentang tahap perkembangan moral sendiri, Piaget mengemukakan adanya
dua tahap yang harus dilewati setiap individu.
Yang pertama disebut tahap Heteronomous atau Realisme Moral.
Dalam tahap ini anak cenderung menerima begitu saja aturan – aturan yang
diberikan oleh orang – orang yang dianggap kompeten.
Tahap yang kedua disebut Autonomous
Morality atau Independensi Moral. Dalam tahap ini anak sudah
mempunyai pemikiran akan perlunya memodifikasi aturan – aturan untuk
disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.Tahap perkembangan moral Bull
(Daroeso, 1986:29 – 30) menyimpulkan empat tahapan perkembangan moral yaitu:
Pada tingkat ini setiap individu memandang moral berdasarkan kepentingannya
sendiri. Artinya, pertimbangan moral didasarkan pada pandangannya secara
individual tanpa menghiraukan rumusan dan aturan yang dibuat oleh
masyarakat.Pada tingkat prakonvensional ini terdiri dari dua tahap.
1). Orientasi hukuman dan kepatuhan Pada tahap ini
tingkah laku anak didasarkan kepada konsekuensi fisik yang akan terjadi.
Artinya, anak hanya berpikir bahwa tingkah laku yang benar itu adalah tingkah
laku yang tidak mengakibatkan hukuman. Dengan demikian, setiap peraturan harus
dipatuhi agar tidak menimbulkan konsekuensi negatif.
2). Orientasi instrumental – relative Pada tahap ini
tingkah laku anak didasarkan kepada rasa ”adil” berdasarkan aturan permainan
yang telah disepakati. Dikatakan adil manakala orang membalas tingkah laku kita
yang anggap baik. Dengan demikian tingkah laku itu didasarkan kepada saling
menolong dan saling memberi.
b. Tingkat konvensional
Pada tahap ini anak mendekati
masalah didasarkan pada hubungan individu – masyarakat. Kesadaran dalam diri
anak mulai tumbuh bahwa tingkah laku itu harus sesuai dengan norma– norma dan aturan
yang berlaku di masyarakat. Dengan demikian, pemecahan masalah itu sesuai
dengan norma masyarakat atau tidak. Pada tingkat konvensional itu mempunyai dua
tahap sebagai lanjutan dari tahap yang ada pada tingkat prakonvensional, yaitu
tahap keselarasan interpersonal serta tahap sistem sosial dan kata hati.
1). Keselarasan interpersonal
Pada tahap ini ditandai dengan
setiap tingkah laku yang ditampilkan individu didorong oleh keinginan untuk
memenuhi harapan orang lain. Kesadaran individu mulai tumbuh bahwa ada orang
lain di luar dirinya untuk bertingkah laku sesuai dengan harapannya. Artinya,
anak sadar bahwa ada hubungan antara dirinya dengan orang lain. Dan, hubungan
itu tidak boleh dirusak.
2). Sistem sosial dan kata hati
Pada tahap ini tingkah laku individu
bukan didasarkan pada dorongan untuk memenuhi harapan orang lain yang
dihormatinya, akan tetapi didasarkan pada tuntutan dan harapan masyarakat. Ini
berarti telah terjadi pergeseran dari kesadaran individu kepada kesadaran
sosial. Artinya, anak sudah menerima adanya sistem social yang mengatur tingkah
laku individu.
c. Tingkat postkonvensional
Pada tingkat ini tingkah laku bukan
hanya didasarkan pada kepatuhan terhadap norma – norma masyarakat yang berlaku,
akan tetapi didasari oleh adanya kesadaran sesuai dengan nilai – nilai yang
dimilikinya secara individu. Seperti pada tingkat sebelumnya, pada tingkat ini
juga terdiri dua tahap:
1). Kontrak sosial
Pada tahap ini tingkah laku individu
didasarkan pada kebenaran – kebenaran yang diakui oleh masyarakat.kesadaran
individu untuk bertingkah laku tumbuh karena kesadaran untuk menerapkan prinsip
– prinsip sosial.Dengan demikian, kewajiban moral dipandang sebagai kontrak
sosial yang harus dipatuhi, bukan sekadar pemenuhan sistem nilai.
2). Prinsip etis yang universal aturan – aturan
Pada tahap terakhir, tingkah laku
manusia didasarkan pada prinsip – prinsip universal. Segala macam tindakan
bukan hanya didasarkan sebagai kontrak social yang harus dipatuhi, akan tetapi
didasarkan pada suatu kewajiban sebagai manusia. Setiap individu wajib menolong
orang lain, apakah orang itu sebagai orang yang kita benci atau tidak, orang
yang kita suka atau tidak.Pertolongan yang diberikan bukan didasarkan pada alas
an subjektif, akan tetapi didasarkan pada kesadaran yang bersifat universal.
Metode konvensioanal adalah
metode atau cara dalam mendidik siswa/siswi di sekolah dengan menggunakan cara
arif namun bersifat tradisional. Metode ini dipraktekkan pada era sepuluh atau
dua puluh tahun yang lalu. Metode konvensional ini telah banyak ditinggalkan
seiring perkembangan zaman, dan adopsi pada sistem pendidikan ala barat.
Padahal sifat dan tabiat orang timur sangat
jauh berbeda dengan tabiat siswa-siswi di negara-negara barat. Akan lebih arif
apabila Indonesia masih menggunakan sistem pendidikan yang sampai sekarang
dipraktekkan di Cina, Jepang, India, Malaysia, dan Negara-negara di Timur
tengah. Negara-negara tersebut, meskipun mereka mendidik siswanya dengan
menggunakan metode disiplin yang cukup tinggi, dan masih menggunakan hukuman
fisik dalam pengajaran, namun out put yang dikeluarkan sangat bagus.
Hal ini membuktikan, budaya
ketimuran hanya cocok menggunakan sistem pendidikan ala ketimuran juga.Berikut
adalah cir-ciri pendidikan konvensional yang dahulu pernah diterapkan di
Indonesia:
sudah mulai pudar dan tidak banyak lagi dipraktekkan di kelas. Padahal secara tidak langsung, cium tangan guru menandakan bakti dan rasa hormat kepada guru.SD, saat itu ada tugas untuk menghafal nama-nama mentri kabinet pembangunan di era Soeharto, ketika ada yang salah dalam menyebutkan menteri, maka guru akan memberikan hukuman cubit di perut. Tetapi, cubitan itu hanya sebatas mendidik tidak untuk menganiaya, hasilnya sampai sekarang saya masih mampu menyebutkan nama-nama menteri era Soeharto. Tetapi sekarang, saya yakin hanya segelintir siswa yang mampu menghapal nama-nama menteri.
sudah mulai pudar dan tidak banyak lagi dipraktekkan di kelas. Padahal secara tidak langsung, cium tangan guru menandakan bakti dan rasa hormat kepada guru.SD, saat itu ada tugas untuk menghafal nama-nama mentri kabinet pembangunan di era Soeharto, ketika ada yang salah dalam menyebutkan menteri, maka guru akan memberikan hukuman cubit di perut. Tetapi, cubitan itu hanya sebatas mendidik tidak untuk menganiaya, hasilnya sampai sekarang saya masih mampu menyebutkan nama-nama menteri era Soeharto. Tetapi sekarang, saya yakin hanya segelintir siswa yang mampu menghapal nama-nama menteri.
No.
|
Jenis pelanggaran
|
2003-2004
|
2004-2005
|
2005-2006
|
1.
|
Alpa
|
63
|
145
|
80
|
2.
|
Bolos
|
16
|
85
|
49
|
3.
|
Merokok
|
9
|
12
|
4
|
4.
|
Berkelahi
|
10
|
38
|
5
|
5.
|
Berjudi
|
25
|
19
|
14
|
6.
|
Remidiasi
|
16
|
36
|
7
|
7.
|
Keluarga
|
4
|
6
|
3
|
8.
|
Ekonomi
|
9
|
12
|
15
|
9.
|
Kesulitan
belajar
|
12
|
58
|
35
|
10.
|
Pribadi
|
8
|
27
|
16
|
Jumlah
|
172
|
438
|
228
|
Pendidikan di Indonesia
sekarang bukanlah pendidikan dengan pendekatan budaya dan tradisi Indonesia,
melainkan pendidikan dengan pendekatan model barat atau lebih kerennya
Westernisasi. Kalau sudah seperti ini tidak ada gunanya memakai slogan
pendidikan "Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri
Handayani".
Slogan pendidikan ini adalah
cerminan bagaimana para founding
Father Pendidikan Indonesia sangat mengutamakan pentingnya
Etika dan Moral bagi para generasi muda sebagai pilar utama Pendidikan dan membangun Jati diri Bangsa.maka moral
bangsa indonesia harus diperhatikan dan dibenahi,agar tidak terjadi lagi
degradasi moral diindonesia ini.
BAB 11I
PEMBAHASAN
DEGRADASI
MORAL WARGA KAMPUS
Kampus masih jadi harapan untuk memotret masa depan manusia Indonesia. Kampus
dianggap oase di tengah iklim kering dan wajah kusam dunia pendidikan negeri
ini.Bagaimana warga kampus memosisikan diri di tengah badai korupsi, arus
konflik elite politik, degradasi moral, virus penjiplakan, hingga kesenjangan
teori dan praktik yang selama ini dipelajari?
Di dunia pendidikan negeri ini, universitas jadi bagian dari deretan
panjang lembaga pembelajaran yang mencetak insan profesional masa depan. Kampus
setidaknya menjadi ruang produksi kreativitas, softskill, dan moral bagi jutaan
manusia yang mewarnai langkah negeri ini pada masa depan. Harapan akan
profesionalitas tak sebanding dengan nilai moral sebagai basis dasar tokoh di
berbagai bidang.
Ribuan elite politik negeri ini kebanyakan merupakan hasil didikan kampus
dengan segala sistem dan tradisinya. Jika hari ini kita melihat deretan kasus
yang melibatkan elite politik dengan skandal rumit yang mencerminkan kerapuhan
basis moral, tentu kita patut bertanya bagaimana pendidikan moral yang
dipraktikkan.
Selama ini, sistem pembelajaran di kampus jarang sekali yang menyentuh sisi
etika, norma, dan moral. Penguatan moralitas di kampus seolah diterjemahkan
secara sempit: pengekangan hasrat dengan pendisiplinan dan kekerasan.
Penyemaian nilai moral hanya dipandang dari keketatan sistem dan pengukuhan
tradisi kekerasan untuk “meredam” mahasiswa. Pengekangan mahasiswa untuk
meredam demonstrasi dengan segenap aturan hanya akan menimbun dendam dan
menanam benih kekerasan.
Lalu, bagaimana mencipta basis moral yang kukuh di “ka-wah candradimuka” berupa
kampus? Bagaimana mencetak manusia yang mandiri, cerdas, kreatif, profesional,
tanpa kehilangan basis moral sebagai pengontrol sikap hidup? Tentu harus ada
perubahan mendasar bila kita ingin melihat wajah Indonesia puluhan tahun
mendatang tidak diwakili politikus, makelar kasus, hingga penegak hukum ber
mental dan moral remuk.
Tradisi Kekerasan Dalam realitas kehidupan, budaya
kekerasan makin mengimpit, seakan jadi kenyataan pahit peradaban bangsa. Berita
kriminal yang disajikan media elektronik jadi santapan sehari-hari yang
memengaruhi watak masyarakat. Wajah kehidupan negeri ini menampilkan potret
suram, rakyat ke-cil makin terjerat krisis ekonomi dan tragedi kekerasan.
Pemerintah dan pejabat elite
seakan sibuk dengan beragam lobi politik, pemberantasan korupsi tak kunjung
menemukan titik cerah, dan kebijakan politik hanya menghasilkan resistensi
antarelite. Kesucian nurani dan pikiran logis seakan terkikis, digantikan
budaya kekerasan yang antihumanis.
Budaya kekerasan makin
menggeliat dan muncul dengan wajah baru yang menyeramkan, meminggirkan kearifan
yang selama ini jadi identitas warga negeri ini. Wajah-wajah manusia Indonesia
yang sebelumnya ramah, tertutupi topeng korupsi dan topeng kekerasan. Dunia
pendidikan yang seharusnya menghasilkan manusia cerdas, peka terhadap kondisi
sosial dan bermoral positif, digempur budaya kekerasan dan antihumanisme yang
membelenggu proses kreatif.
Budaya kekerasan yang terus
tumbuh jadi tantangan kemajuan bangsa. Masa depan bangsa ini terancam dengan
kekukuhan kekerasan. Tak ada lagi ruang kreatif yang melahirkan pemikiran
jernih dan ide segar yang berguna bagi pembangunan bangsa. Justru yang muncul
tindak kekerasan, yang menjadi kecenderungan perilaku sosial manusia.
Kekerasan seakan jadi
satu-satunya pemecahan ketika masalah menghantui. Dalam analisis Sindhunata
(2000), bangsa ini telah menjadi “bang-sa linglung”, yang bingung dengan
orientasi hidup dan perencanaan masa depan. Masyarakat tak sadar dengan segala
tindakan negatif yang dilakukan. Yang jadi hasrat hanyalah bagaimana
mengekspresikan emosi yang meledak. Namun kekerasan lahir dari manusia, maka
sejelek-jeleknya kekerasan, ia juga masih punya sisi kebaikan manusia.
Pendisiplinan Budaya
kekerasan di dunia pendidikan tidak serta merta jadi bagian dari sistem
pembelajaran. Pendisiplinan bukan jalan utama untuk mencipta generasi patuh dan
bermoral, justru sebaliknya mengha-dirkan energi merusak. Jejak kekerasan
muncul dari keinginan patuh dan aturan disiplin yang membelenggu. Demi tujuan
kerapian, dikembangkan teknik pendisiplinan. Sasaran teknik itu adalah
kepatuhan.
Dalam pandangan Foucault
(1975), disiplin tubuh itu mengoreksi, tetapi tak mendidik: ia mencipta
tragedi. Agar teknik pendisiplinan efektif, tubuh menjadi objek utama untuk
diatur. Semua orang mau menghindari rasa sakit. Maka, sistem pembelajaran yang
mendasarkan pada hukuman-imbalan bisa berjalan bila mengandalkan kepatuhan
tubuh.
Kekerasan atau hukuman fisik
untuk mendapat kepatuhan tubuh merupakan teknik pendisiplinan dan pedagogi
paling kasar dan primitif. Dari perspektif hubungan kekuasa-an, budaya
kekerasan fisik menunjukkan kekuasaan tidak efektif. Hukuman fisik atas
kesalahan atau pelanggaran menjadi sama jahat, bahkan lebih jahat daripada
pelanggaran itu sendiri. Padahal, ke-kuasaan yang efektif justru kian tak
membutuhkan kehadiran fisik. Aktualitas pelaksanaannya kian tak diperlukan,
tetapi efeknya terasakan.
Kekerasan lahir dari emosi
yang meletup dan membutuhkan aktualisasi, pemuasan diri, dan hasrat destruktif.
Meminjam bahasa Daniel B Calne (1999), emosi memberi motivasi karena emosi
menimbulkan keperluan yang haus pemuasan. Nafsu pemuasan yang merusak itulah
jadi pelecut kelahiran kekerasan.
Kedisiplinan sebaiknya bukan
karena keterpaksaan, melainkan hendaknya lahir dari kesadaran diri dan suara
hati yang menginginkan kepatuhan serta sistem pendidikan yang mengagungkan
humanisme dan bermoral positif. Budaya kekerasan hendaknya disingkirkan dari
sistem pembelajaran di negeri ini. Namun yang penting untuk diaktualisasikan
dalam sistem belajar di kampus adalah penguatan basis moral.
Elite kampus bisa menengok,
antara lain, ke bilik-bilik pesantren sebagai penyemaian moral. Bukan ke
pesantren yang jadi sarang teroris, melainkan pesantren yang selama ini
mengajarkan kitab berisi pranata moral dan sikap keteladanan versi kiai-santri.
Pesantren tak sekadar mengajarkan ilmu tekstual (ilm al-maqaal), tetapi juga
ilmu tentang sikap hidup (ilm al-mahaal).
Itulah yang tak dimiliki
kampus. Mahasiswa susah mencerap ilmu sikap dari dosen, guru besar, atau dari
rektor. Walau unggul di bidang moral, ada juga kekurangan pesantren. Tentu
tidak pada tempatnya membandingkan pesantren dan kampus. Meski strategi
penguatan moral di pesantren dapat diadopsi, dengan penyesuaian, di kampus.
Nilai-nilai moral perlu
diaktualisaskan dan diintegrasikan lewat mata kuliah, diklat, dan asrama
kampus. Aktualisasi nilai moral bukan untuk mencipta ceramah dan khotbah jumat
di ruang kuliah, melainkan untuk mencipta manusia Indonesia yang cerdas dan
kreatif serta punya basis moral dan keberanian untuk mendengarkan suara nurani.
(53)
BAB 1V
PENUTUP
Faktor utama yang
mengakibatkan degradasi moral ialah perkembangan globalisasi yang tidak
seimbang. Virus globalisasi terus menggerogoti bangsa ini. Sayangnya kita
seakan tidak sadar, namun malah mengikutinya.
Kita terus menuntut kemajuan
di era global ini tanpa memandang (lagi) aspek kesantunan budaya negeri ini.
Ketidak seimbangan itulah yang pada akhirnya membuat moral semakin jatuh dan
rusak.
Bangsa Indonesia mengalami
degradasi moral dan akhlak.kondisi ini juga mewabah di kalangan
intelektual,elit politik,para pemegang kekuasaan dan anak remaja.Saat ini
bangsa sedang mengalami degradasi moral dan akhlak,Sehingga perlu upaya
membenahi keadaan ini sebelum semakin parah.
Munculnya degradasi moral
karena pendidikan agama, budi pekerti, etika terabaikan selama ini.Padahal
sebenarnya, itu mutlak diperlukan dalam pembentukan dan pembinaan karakter dan
moral bangsa.
Agar tidak terjadi degradasi moral kita harus mengevaluasi dari diri kita sendiri apakah moral dan akhlak kita sudah dinilai baik atau belum oleh banyak orang dan juga diperlukan dalam pembentukan dan pembinaan karakter dan moral bangsa agar tidak terjadi degradasi moral lagi dan kita jangan terpengaruh dengan globalisasi sekarang ini.
Agar tidak terjadi degradasi moral kita harus mengevaluasi dari diri kita sendiri apakah moral dan akhlak kita sudah dinilai baik atau belum oleh banyak orang dan juga diperlukan dalam pembentukan dan pembinaan karakter dan moral bangsa agar tidak terjadi degradasi moral lagi dan kita jangan terpengaruh dengan globalisasi sekarang ini.
Daftar Pustaka
kurnia,http://sosbud.kompasiana.com/2010/06/30/degradasi-moral-remaja-masa-kini/diakses
tanggal 6 oktober 2010
Semarang: Aneka Ilmu
IKIP Semarang Press
Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar